Selasa, 17 Agustus 2010

Kemerdekaan de jure vs de facto



Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki sekitar 17.504pulau. Sebuah perjuangan yang sangat besar ketika para pahlawan kita terdahulu mampu menyatukan dan mendeklarasikan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia ini pada tanggal 17 Agustus 1945. Namun setelah hampir 65 tahun kita merdeka,ternyata kita pun masih sering bertanya-tanya apakah negara kita ini benar-benar sudah 'merdeka'?

Kemerdekaan yang dicapai oleh bangsa Indonesia saat ini masih lah bersifat de jure, bukan de facto. Secara de jure memang benar Indonesia telah mendapatkan pengakuan dunia sebagai negara yang berdaulat dan merdeka. Tidak hanya itu, keberadaan Undang-Undang Dasar 1945 juga merupakan bukti eksistensi adanya Negara Indonesia.

Namun, secara de facto sepertinya kita belumlah pantas disebut sebagai negara yang merdeka. Alasannya, berbagai macam bentuk 'penjajahan' ternyata kini dilakukan sendiri oleh anak negeri bangsa ini. Sebut saja permasalahan korupsi,tindak kekerasan, terorisme, kebebasan berpendapat, kemiskinan dan berbagai permasalahan lain yang terakumulasi dalam sebuah krisis multidimensi.

Banyaknya permasalahan yang masih membebani bangsa ini merupakan momok yang menghambat proses pembangunan.

Ijinkan penulis menceritakan beberapa pengalaman yang penulis lihat dengan mata kepala sendiri. Minggu yang lalu penulis berkesempatan mengunjungi Kota Pontianak serta beberapa kabupaten lainnya di wilayah Kalimantan Barat. Selama berada di sana, penulis mencoba berdiskusi dg teman2 mahasiswa dr daerah setempat serta dengan masyarakat sekitar. Kami berdiskusi ttg berbagai permasalahan yg ada di daerah tersebut, awalnya penulis tidak begitu yakin dg yg mereka ceritakan tetapi setelah penulis melihat secara langsung kondisi nyata yang ada di sana, penulis akhirnya merasa terguncang dg kenyataan-kenyataan yg ada tersebut.

Misalnya saja permasalahan infrastruktur jalan yang tidak memadai. Untuk dapat mencapai Kalimantan Tengah ataupun Kalimantan lainnya, ternyata masyarakat di Kalimantan Barat haruslah menggunakan alat transportasi udara atau pesawat komersil dan itu pun harus transit terlebih dahulu ke Bandara Soekarno-Hatta di Jakarta, baru kemudian dilanjutkan ke tempat yang ingin dituju. Sungguh ironis jika melihat kenyataan masih 'terisolirnya' Kalimantan Barat dari wilayah Kalimantan lainnya yang notabene masih dalam satu pulau yang sama, yaitu Pulau Borneo yg terkenal di seluruh dunia.

Kemudian ada juga permasalahan lain yang ada di Kalimantan Barat khususnya seperti permasalahan perbatasan, illegal logging (pembalakan hutan), trafficking (perdagangan/penyelundupan manusia), serta permasalahan kesejahteraan masyarakat.

Belum habis dalam ingatan akan permasalahan di Kalimantan Barat tersebut, kini dalam waktu beberapa hari berada di Kota dan Kabupaten Pekalongan ini, penulis menemui kejanggalan lain yg ada di negeri ini. Dalam kesempatan penelitian di lima desa yang ada di wilayah ini, penulis melihat secara langsung bagaimana nasib miris yg dialami oleh rakyat Indonesia yg menurut penulis msh 'terjajah' dlm bentuk kemiskinan dan terpinggirkan dr peradaban!

misalnya, di desa pecakaran, api-api dan semut yg berlokasi di pesisir kabupaten pekalongan, para nelayan kecil yg tinggal disana sudah hampir 6 bulan ini tidak melaut, dikarenakan kondisi ombak besar serta modal yg tak memadai. Mereka bercerita bahwa biasanya mereka melaut selama 1-3 bulan ikut dg kapal-kapal besar milik para bos/juragan, dan mereka hanya diupah sebesar 400ribu selama 3 bulan tersebut, benar2 kenyataan yg sangat pahit ketika mendengar suara hati dr buruh2 nelayan tersebut, padahal mereka harus menghidupi keluarganya (istri&anak2nya), penulis pun hanya bisa menahan kegelisahan dan kemarahan yg membara di dalam hati ini!

kemudian, ada lagi kondisi nyata yg penulis temui di desa timbangsari, selatan kabupaten pekalongan. di wilayah hutan-hutan dan gunung tersebut, terdapat sebuah desa kecil yg sebagian besar masyarakatnya adalah petani. tahun ini adalah tahun pertama bagi mereka untuk merasakan keberadaan listrik, karena pada tahun2 sebelumnya, desa tersebut hanya mengandalkan api obor untuk penerangan ataupun kicir air kecil untuk menghasilkan beberapa sumber energi listik buat kehidupan mereka...penulis benar2 tidak pernah membayangkan sebelumnya, di negara yg sudah hampir 65 tahun merdeka ini, ternyata masih ada rakyat kita yg belum merasakan manfaat dr listrik, berbeda sekali dg nasib kita yg berada di kota-kota besar khususnya, yg seringkali membuang-buang listrik dg borosnya...demikian beberapa permasalahan kecil yg penulis temui di beberapa kesempatan & penulis menyadari ketidakberdayaan penulis untuk 'berbuat' sesuatu...

selain itu, penulis juga menyadari bahwa pembangunan di Indonesia memang belumlah merata baik dari aspek sektor perekonomian maupun dari aspek kewilayahan. Pembangunan di Indonesia masih memperlihatkan ketimpangan yang tajam baik antar berbagai sektor, maupun ketimpangan antara wilayah Jawa dengan wilayah luar Jawa (contoh Kalimantan Barat tadi)

perjalanan singkat penulis ke beberapa daerah di Kalimantan Barat tersebut semakin meyakinkan penulis bahwa pembangunan di Indonesia memang masih cenderung Jawa sentris atau dapat dikerucutkan lagi menjadi Jakarta sentris. Pembangunan di Jakarta ataupun Jawa berkembang dengan sangat pesatnya sedangkan pembangunan di luar Jawa masih bergerak dengan lambat (misalnya saja Kalimantan, Sulawesi ataupun Papua). Hal ini disebabkan karena sangat terpusatnya aktifitas ekonomi dan politik di Jakarta sehingga pembangunan belum bisa merata ke seluruh wilayah Indonesia. Ketimpangan pembangunan tersebut juga merupakan salah satu bentuk belum Merdekanya Indonesia secara de facto.

Saat ini Indonesia memang telah memasuki eranya desentralisasi, namun kebijakan pemerintah pusat tetaplah masih memiliki peran yang cukup besar dalam menciptakan pembangunan yang merata di Indonesia. Adanya wacana pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke luar Jawa seperti Palangkaraya Kalimantan Tengah mungkin bisa jadi merupakan sebuah solusi yang 'tepat' jikalau pemerintah pusat khusunya masih saja mengesampingkan pembangunan di luar Jawa.

Selain itu, juga ada syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh seluruh elemen bangsa baik pemerintah maupun masyarakat yaitu kesadaran untuk selalu berlaku jujur dalam setiap perkataan dan perbuatan. Seluruh elemen bangsa ini harus bersatu-padu untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan, pemerintah, politisi, birokrat, aparat penegak hukum, pers, akademisi, pengusaha bahkan MAHASISWA sekalipun, semuanya WAJIB mengorbankan seluruh tumpah darahnya demi KEMERDEKAAN yg HAKIKI. Akhirnya, dengan adanya kesadaran serta perbaikan perilaku semua elemen bangsa tersebut harapannya kita pun benar-benar bisa mencapai kemerdekaan yang kedua, yaitu KEMERDEKAAN secara de facto , semoga!!!



"Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami. Kami katakan bahwa kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal objeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat"

@ Pekalongan Jawa Tengah, detik-detik menjelang HUT-RI ke-65




Senin, 09 Agustus 2010

Bersabar dan Memberi Maaf


Menjelang bulan Ramadhan 1431 H, ijinkan saya memuat kembali salah satu buah pemikiran alm. Gus Dur yg sampai saat ini masih tetap relevan dalam kehidupan sosial kita, semoga bisa menjadi inspirasi bagi kehidupan kita sehari-hari...
Adapun tulisan alm. Gus Dur ini saya ambil dari buku kumpulan pemikiran beliau yang berjudul 'Islamku, Islam Anda, Islam Kita'



-Bersabar dan Memberi Maaf-

Dalam kitab suci Al-Qur'an dinyatakan: 'Demi masa, manusia selalu merugi, kecuali mereka yang beriman, beramal shaleh, berpegang kepada kebenaran dan berpegang kepada kesabaran (QS Al-Ashr:1-3). Ayat tersebut mengharuskan kita senantiasa menyerukan kebenaran namun tanpa kehilangan kesabaran. dengan kata lain, kebenaran barulah ada artinya, kalau kita juga memiliki kesabaran. Kadangkala kebenaran itu baru dapat ditegakkan secara bertahap, seperti halnya demokrasi. Di sinilah rasa pentingnya arti kesabaran.

Demikian pula sikap pemaaf juga disebutkan sebagai tanda kebaikan seorang muslim. Sebuah ayat menyatakan: "Apa yang mengenai diri kalian sendiri (semakin banyak) musibah yang menimpa, (tidak lain merupakan) hal-hal berupa buah tangan kalian sendiri. Dan (walaupun demikian) Allah memaafkan sebagian (besar) hal-hal itu (QS Al-Syura:30). Firman Allah ini mengharuskan kita juga mudah memberikan maaf kepada siapapun, sehingga sikap saling memaafkan adalah sesuatu yang secara inherent menjadi sifat seorang muslim. Inilah yang diambil mendiang Mahatma Gandhi sebagai muatan dalam sikap hidupnya yang menolak kekerasan (ahimsa), yang terkenal itu. Sikap inilah yang kemudian diambil oleh mendiang Pendeta Marthin Luther King Junior* di Amerika Serikat, dalam tahun-tahun 60-an, ketika ia memperjuangkan hak-hak sipil (civil rights) di kawasan itu, yaitu agar warga kulit hitam berhak memilih dalam pemilu.

Hal ini membuktikan, kesabaran dalam membawakan kebenaran adalah sifat utama yang dipuja oleh sejarah. Sebagaimana dituturkan oleh kisah perwayangan, para ksatria Pandawa yang dengan sabar dibuang ke hutan untuk jangka waktu yang lama, juga merupakan contoh kesabaran. Jadi, kesadaran akan perlunya kesabaran itu, memang sudah sejak lama menjadi sifat manusia. Tanpa kesabaran, konflik yang terjadi akan dipenuhi oleh kekerasan. Sesuatu yang merugikan manusia sendiri. Kekerasan tidak akan dipakai, kecuali dalam keadaan tertentu. Hal ini memang sering dilanggar oleh kaum muslimin sendiri. Sudah waktunya kita kaum muslimin kembali kepada ayat di atas dan mengambil kesabaran serta kesediaan memberi maaf, atas segala kejadian yang menimpa diri kita sebagai hikmah.

-------***-------

Hiruk pikuk kehidupan, selalu penuh dengan godaan kepada kita untuk tidak bersikap sabar dan mudah memberikan maaf. Dalam pandangan penulis, kedua hal tersebut seharusnya selalu digunakan oleh kaum muslimin. Tetapi harus kita akui dengan jujur, justru kesabaran itulah yang paling sulit ditegakkan dan kalau kita tidak dapat bersabar bagaimana kita akan memberi maaf atas kesalahan orang kepada kita? Jelas, bahwa antara keduanya terdapat hubungan timbal balik yang sangat mendalam, walaupun tidak dapat dikatakan terjadi hubungan kausalitas antara kesabaran dan kemampuan memaafkan kesalahan orang lain para diri kita.

Kita sebagai seorang muslim, mau tidak mau harus menyediakan keduanya sebagai pegangan hidup baik secara kolektif maupun secara perorangan. Dari sinilah dapat dimengerti, mengapa Hikmah 1 Muharram 1424 Hijriyah ini sebaiknya tetap ditekankan pada penciptaan kesabaran dan penumbuhan kemampuan untuk memberikan maaf kepada orang yang dalam pandangan kita, berbuat salah kepada diri kita. Bukankan kedua ayat suci yang dikemukakan di atas, sudah cukup kuat dalam mendorong kita membuat kesabaran dan kemampuan memaafkan kesalahan orang lain kepada diri kita, sebagai hikmah yang kita petik di hari raya yang mulia tersebut. Kedengarannya prinsip yang sederhana, tetapi sulit dikembangkan dalam diri kita.

Namun, lain halnya dengan para politisi yang berinisiatif menyelenggarakan sidang istimewa yang terakhir, dengan dasar 'kebenaran' hasil penafsiran politik masing-masing. Tindakan ini berarti melanggar Undang-Undang Dasar 1945, karena tidak memiliki landasan hukum. Dengan 'nafsu' politiknya-yaitu Presiden harus lengser- mereka pun meninggalkan jalan permusyawaratan. Padahal, semua persoalan yang melibatkan orang banyak harus dipecahkan dengan negoisasi, seperti Firman Allah: 'dan persoalan mereka harus lah di musyawarahkan oleh mereka sendiri' (QS Al-Syura:38). Terlihat selain melanggar konstitusi, dalam hal ini merekalah yang tidak dapat memaafkan. Sederhana saja, walaupun rumit dalam kehidupan politik kita sebagai bangsa dan negara.




>>>> >Semoga kita bisa mencontoh keluasan berpikir, kesederhanaan dan kebesaran hati seorang Bapak Bangsa kita ini. Tulisan tersebut merupakan buah pemikirannya setelah sebelumnya beliau 'dilengserkan' oleh para politisi yang terbutakan mata hatinya....

Selamat Menjalankan Ibadah di bulan Ramadhan 1431 H, mohon maaf lahir & batin...


Jumat, 06 Agustus 2010

kesadaran di titik nol khatulistiwa




sudah lima hari aku berada di kota pontianak Kalimantan Barat, dan malam ini adalah malam terakhirku dalam perjalanan singkat di bumi khatulistiwa yang menyimpan berjuta keindahan beserta misterinya

aku pun bersyukur karena telah diberikan kesempatanNya untuk melihat dan mengetahui secara langsung salah satu sudut bumi Indonesia yang selama ini hanya mampu aku bayangkan dalam kerinduan

kini, kerinduan itu pun akhirnya terobati dengan kekaguman yang terbuncah ke dalam jiwa.
aku menyaksikan kecantikan sungai kapuas dengan liukan alirannya, kekokohan hutan dengan batang-batang pohon yang nenjulang, kesederhanaan rumah panggung yang menghiasi sepanjang anak sungai, keriangan anak-anak yang berenang di sungai, serta kepahlawanan para pemuda dan orangtua yang sibuk bekerja di berbagai bidang, nelayan, petani, buruh, pedagang, dsb

namun, di balik segala kekayaan dan keelokan alam yang 'benar-benar ada' disini, ternyata keadaan yang juga sangat memprihatinkan tidak dapat disembunyikan dari pandangan dan keingintahuanku.
di sudut bumi yang terletak di titik nol khatulistiwa ini ternyata juga mengendap berbagai permasalahan yang sungguh menggelisahkan akal sehat serta nurani

beberapa permasalahan akut yang turut menampar kesadaranku misalnya seperti ini:

Kalimantan Barat walaupun secara fisik merupakan satu bagian dari pulau Kalimantan, dan kita pun bisa melihatnya dari peta dengan sangat jelasnya bagaimana manisnya Kalimantan Barat bersebelahan dengan Kalimantan Tengah, namun aku pun tersentak tak percaya setelah mengetahui bahwa ternyata masyarakat di Kalimantan Barat benar-benar 'terputus' dengan masyarakat di Kalimantan Tengah, ya gambar peta kalimantan yang selama ini membuat kagum itu kini tak ubahnya penipu yang telah membohongi bayanganku selama ini.

Kalimantan Barat tidak lebih dari sebuah pulau yang 'terisolir' dan tak berdaya untuk menampakkan kecantikannya, tidak adanya infrastruktur jalur darat yang memadai menyebabkan masyarakat KalBar dan KalTeng harus menggunakan pesawat untuk dapat saling berinteraksi, dan pesawat yang mereka tumpanginya pun harus transit ke JAKARTA terlebih dahulu! ya aneh bin ajaib, hanya ada di Indonesia, di mana sebegitu dekatnya secara fisik antar KalBar dg KalTeng, tetapi sungguh jauh dalam perlakuan yang sebenarnya. di samping itu, kalaupun masih ingin memaksakan menggunakan jalur alternatif lain pun masih memungkinkan, seperti jalur sungai dimana masyarakat harus menyusuri sungai kapuas yang menghubungkang KalBar dg Kalteng tapi itu pun dengan resiko yg sangat besar dimana kondisi sungainya yang cukup berbahaya karena masih terdapat semak-semak lebat dan buaya yang memenuhi sungainya, dan sungai kapuas hanya bisa dilalui di saat volume airnya mencukupi atau tidak dalam keadaan surut, butuh seharian penuh untuk bisa sampai ke KalTeng dari KalBar

permasalahan transportasi antar provinsi itu barulah segelintir masalah yg nyata ada di sini, masalah lain yang sangat menyesakkan dada misalnya permasalahan 'illegal logging' atau yang mudah dipahami sebagai pembalakan liar dimana hutan-hutan dihancurkan dan dialihkan menjadi lahan-lahan perkebunan, industri, ataupun dibiarkan begitu saja dan kayu-kayu pepohonannya di jual ke luar negeri dg cara yg ilegal. kemudian permasalahan 'trafficking' yaitu perdagangan/penyelundupan manusia secara ilegal, biasanya para wanita dan bayi-bayi yang menjadi korban atas kejahatan para bajingan/penghianat bangsa ini, pelaku kejahatan tersebut dengan teganya menjual saudaranya sendiri ke negeri seberang untuk dijadikan pelacur ataupun buruh yang upahnya dibayar murah atau bahkan tidak dibayar sekalipun, begitupun para bayi yang dijual dengan tanpa berdosanya dan para bayi itu sudah tak dianggap lagi sebagai anak manusia dan mungkin sudah disamakan dg binatang yg dengan seenaknya diperjualbelikan oleh orangtuanya yang BERDOSA hanya demi sekeping bayaran.

lalu, permasalahan perbatasan di utara KalBar juga menjadi salah satu masalah krusial yg selama ini sudah terjadi, entah apakah memang pemerintah pusat benar-benar sudah tuli dan buta serta tak memiliki lagi hati sehingga tega membiarkan masyarakat Indonesia yg tinggal di daerah perbatasan dg Malaysia Timur harus hidup dengan ketidakjelasan masa depan. daerah perbatasan Indonesia dg Malaysia Timur ini adalah kabupaten sambas dan empat kabupaten lainnya dari total 14 Kabupaten yang ada di KalBar. sangat ironis melihat kehidupan masyarakat yang tinggal di daerah perbatasan tersebut. nasib mereka dipertaruhkan oleh pemerintahnya sendiri karena ternyata dalam kehidupan sehari-harinya mereka harus mempertahankan diri dan jiwa nasionalisme mereka dari berbagai serangan negara luar yaitu Malaysia Timur. dalam berbagai aspek kehidupan mereka 'diserang', dari aspek ekonomi mereka harus berhadapan dg banjirnya produk-produk dr Malaysia Timur yg pd umumnya memiliki harga jual yg lebih murah dibandingkan dengan produk-produk lokal dan negerinya sendiri, lalu penggunaan mata uang asing (ringgit) yg hampir mendominasi dalam setiap aktivitas perekonomian di sana juga turut menyesakkan hati dan menggoyah akal sehat. bagaimana mungkin daerah yg masih menjadi bagian dari Republik Indonesia ini justru menampilkan kehidupan yg lain dan sangat merugikan negaranya sendiri. belum lagi derasnya aliran informasi baik media tv, radio,dsb yang ternyata juga berasal dari Malaysia Timur, semua fenomena tersebut sudah cukup menjadi tamparan bagi kita semua, bagi para pejuang yang memimpikan rakyat Indonesia yang bisa hidup makmur & adil


akhirnya, aku pun terbangun dari tidur nyenyak dan 'mimpi buruk' yang ku ceritakan itu, kini aku bersyukur karena telah terbangun dan mendapatkan 'kesadaran' kembali, bahwa ternyata negeri ini benar-benar belum 100% MERDEKA dan masih membutuhkan pengorbanan darah, jiwa & pikiran dari segenap putera-puteri yang telah dilahirkan dari dalam rahim Ibu Pertiwi. menjadi kewajiban bagi kita yang telah 'sadar' dan 'berkomitmen' untuk berbakti kepada Ibu Pertiwi dan tidak menjadi bagian dari para putera-puteri yg 'durhaka', karena ridhonya Tuhan adalah ridhonya 'Ibu Pertiwi' dan semoga Tuhan YME berkenan menurunkan pertolongannya kepada Negeri Indonesia tercinta...



Jum'at, 6 Agustus 2010 (menjelang bulan ramadhan & momentum kemerdekaan)
@ Bumi Khatulistiwa, Pontianak, Kalimantan Barat, Indonesia