Jumat, 06 Agustus 2010

kesadaran di titik nol khatulistiwa




sudah lima hari aku berada di kota pontianak Kalimantan Barat, dan malam ini adalah malam terakhirku dalam perjalanan singkat di bumi khatulistiwa yang menyimpan berjuta keindahan beserta misterinya

aku pun bersyukur karena telah diberikan kesempatanNya untuk melihat dan mengetahui secara langsung salah satu sudut bumi Indonesia yang selama ini hanya mampu aku bayangkan dalam kerinduan

kini, kerinduan itu pun akhirnya terobati dengan kekaguman yang terbuncah ke dalam jiwa.
aku menyaksikan kecantikan sungai kapuas dengan liukan alirannya, kekokohan hutan dengan batang-batang pohon yang nenjulang, kesederhanaan rumah panggung yang menghiasi sepanjang anak sungai, keriangan anak-anak yang berenang di sungai, serta kepahlawanan para pemuda dan orangtua yang sibuk bekerja di berbagai bidang, nelayan, petani, buruh, pedagang, dsb

namun, di balik segala kekayaan dan keelokan alam yang 'benar-benar ada' disini, ternyata keadaan yang juga sangat memprihatinkan tidak dapat disembunyikan dari pandangan dan keingintahuanku.
di sudut bumi yang terletak di titik nol khatulistiwa ini ternyata juga mengendap berbagai permasalahan yang sungguh menggelisahkan akal sehat serta nurani

beberapa permasalahan akut yang turut menampar kesadaranku misalnya seperti ini:

Kalimantan Barat walaupun secara fisik merupakan satu bagian dari pulau Kalimantan, dan kita pun bisa melihatnya dari peta dengan sangat jelasnya bagaimana manisnya Kalimantan Barat bersebelahan dengan Kalimantan Tengah, namun aku pun tersentak tak percaya setelah mengetahui bahwa ternyata masyarakat di Kalimantan Barat benar-benar 'terputus' dengan masyarakat di Kalimantan Tengah, ya gambar peta kalimantan yang selama ini membuat kagum itu kini tak ubahnya penipu yang telah membohongi bayanganku selama ini.

Kalimantan Barat tidak lebih dari sebuah pulau yang 'terisolir' dan tak berdaya untuk menampakkan kecantikannya, tidak adanya infrastruktur jalur darat yang memadai menyebabkan masyarakat KalBar dan KalTeng harus menggunakan pesawat untuk dapat saling berinteraksi, dan pesawat yang mereka tumpanginya pun harus transit ke JAKARTA terlebih dahulu! ya aneh bin ajaib, hanya ada di Indonesia, di mana sebegitu dekatnya secara fisik antar KalBar dg KalTeng, tetapi sungguh jauh dalam perlakuan yang sebenarnya. di samping itu, kalaupun masih ingin memaksakan menggunakan jalur alternatif lain pun masih memungkinkan, seperti jalur sungai dimana masyarakat harus menyusuri sungai kapuas yang menghubungkang KalBar dg Kalteng tapi itu pun dengan resiko yg sangat besar dimana kondisi sungainya yang cukup berbahaya karena masih terdapat semak-semak lebat dan buaya yang memenuhi sungainya, dan sungai kapuas hanya bisa dilalui di saat volume airnya mencukupi atau tidak dalam keadaan surut, butuh seharian penuh untuk bisa sampai ke KalTeng dari KalBar

permasalahan transportasi antar provinsi itu barulah segelintir masalah yg nyata ada di sini, masalah lain yang sangat menyesakkan dada misalnya permasalahan 'illegal logging' atau yang mudah dipahami sebagai pembalakan liar dimana hutan-hutan dihancurkan dan dialihkan menjadi lahan-lahan perkebunan, industri, ataupun dibiarkan begitu saja dan kayu-kayu pepohonannya di jual ke luar negeri dg cara yg ilegal. kemudian permasalahan 'trafficking' yaitu perdagangan/penyelundupan manusia secara ilegal, biasanya para wanita dan bayi-bayi yang menjadi korban atas kejahatan para bajingan/penghianat bangsa ini, pelaku kejahatan tersebut dengan teganya menjual saudaranya sendiri ke negeri seberang untuk dijadikan pelacur ataupun buruh yang upahnya dibayar murah atau bahkan tidak dibayar sekalipun, begitupun para bayi yang dijual dengan tanpa berdosanya dan para bayi itu sudah tak dianggap lagi sebagai anak manusia dan mungkin sudah disamakan dg binatang yg dengan seenaknya diperjualbelikan oleh orangtuanya yang BERDOSA hanya demi sekeping bayaran.

lalu, permasalahan perbatasan di utara KalBar juga menjadi salah satu masalah krusial yg selama ini sudah terjadi, entah apakah memang pemerintah pusat benar-benar sudah tuli dan buta serta tak memiliki lagi hati sehingga tega membiarkan masyarakat Indonesia yg tinggal di daerah perbatasan dg Malaysia Timur harus hidup dengan ketidakjelasan masa depan. daerah perbatasan Indonesia dg Malaysia Timur ini adalah kabupaten sambas dan empat kabupaten lainnya dari total 14 Kabupaten yang ada di KalBar. sangat ironis melihat kehidupan masyarakat yang tinggal di daerah perbatasan tersebut. nasib mereka dipertaruhkan oleh pemerintahnya sendiri karena ternyata dalam kehidupan sehari-harinya mereka harus mempertahankan diri dan jiwa nasionalisme mereka dari berbagai serangan negara luar yaitu Malaysia Timur. dalam berbagai aspek kehidupan mereka 'diserang', dari aspek ekonomi mereka harus berhadapan dg banjirnya produk-produk dr Malaysia Timur yg pd umumnya memiliki harga jual yg lebih murah dibandingkan dengan produk-produk lokal dan negerinya sendiri, lalu penggunaan mata uang asing (ringgit) yg hampir mendominasi dalam setiap aktivitas perekonomian di sana juga turut menyesakkan hati dan menggoyah akal sehat. bagaimana mungkin daerah yg masih menjadi bagian dari Republik Indonesia ini justru menampilkan kehidupan yg lain dan sangat merugikan negaranya sendiri. belum lagi derasnya aliran informasi baik media tv, radio,dsb yang ternyata juga berasal dari Malaysia Timur, semua fenomena tersebut sudah cukup menjadi tamparan bagi kita semua, bagi para pejuang yang memimpikan rakyat Indonesia yang bisa hidup makmur & adil


akhirnya, aku pun terbangun dari tidur nyenyak dan 'mimpi buruk' yang ku ceritakan itu, kini aku bersyukur karena telah terbangun dan mendapatkan 'kesadaran' kembali, bahwa ternyata negeri ini benar-benar belum 100% MERDEKA dan masih membutuhkan pengorbanan darah, jiwa & pikiran dari segenap putera-puteri yang telah dilahirkan dari dalam rahim Ibu Pertiwi. menjadi kewajiban bagi kita yang telah 'sadar' dan 'berkomitmen' untuk berbakti kepada Ibu Pertiwi dan tidak menjadi bagian dari para putera-puteri yg 'durhaka', karena ridhonya Tuhan adalah ridhonya 'Ibu Pertiwi' dan semoga Tuhan YME berkenan menurunkan pertolongannya kepada Negeri Indonesia tercinta...



Jum'at, 6 Agustus 2010 (menjelang bulan ramadhan & momentum kemerdekaan)
@ Bumi Khatulistiwa, Pontianak, Kalimantan Barat, Indonesia


Tidak ada komentar:

Posting Komentar