Kamis, 24 Maret 2011

aku cemas...

'hidup memang pilihan'


kalimat di atas terpilih menjadi awalan catatanku kali ini...

aku bingung mau memulainya dari mana, aku makin cemas,,,

aku makin cemas ketika mengetahui lebih banyak lagi permasalahan yg menyelimuti bangsa ini,

aku cemas setiap kali membaca, mendengar dan menyaksikan secara langsung wajah kusam bangsa yg aku cintai ini...

aku takut menjadi semakin pesimis seiring banyaknya realitas yg aku ketahui,,,

kalau rasa pesimis ini berhasil menjalar ke sekujur tubuh, pada akhirnya idealisme pun tinggal kenangan...



kata seorang teman, 'hiduplah dengan harapan', jika tak punya harapan lebih baik mati'

itu katanya, walau kata-katanya terkesan sarkastik.

tapi itulah kenyataannya, seringkali kita dihadapkan pada kondisi yg dilematis,

memilih antara dua pilihan yg ekstrem, tidak ada ruang abu-abu (pertengahan)...


"di Indonesia hanya ada dua pilihan. menjadi idealis atau apatis. saya sudah lama memutuskan harus menjadi idealis sampai batas sejauh-jauhnya. kadang saya takut apa jadinya saya kalau saya patah-patah",

kata Soe Hok Gie, 41 tahun yg lalu



kita rutin menyaksikan kejanggalan-kejanggalan yg terjadi di hampir seluruh komponen bangsa tercinta ini,

:: mulai dari keanehan polah tingkah para politisi negeri ini, baik pusat maupun daerah

setiap hari kita dijejali berita yg lucu-lucu menyangkut perilaku mereka berpolitik,

bukan hanya kepada lawan mereka bergelut, bahkan sesama kawan pun sering mereka saling sikut

ambil contoh kisruhnya PKS saat ini, bagaimana seorang pendiri partai bisa meruntuhkan reputasi partai yg ia lahirkan itu... atau tentang riuhnya gosip bongkar-pasang koalisi, yg diikuti isu resufle kabinet,,, atau mundur sedikit ke belakang, kita lihat dagelan politik para politisi senayan yg terus menggonggong ketika rapat paripurna kala itu, ketika ratusan juta mata rakyat menonton dg gratis adegan sirkus itu, para politisi bercuap-cuap mengatasnamakan rakyat, tapi rakyat di seluruh penghujung negeri terus bertasbih dan bermunajat agar para politisi busuk itu segera dilenyapkan dari negeri ini, karena yg terjadi rakyat lah yg selalu tersakiti..

seorang teman yg berprofesi sbg staf ahli DPR pun pernah berkata, "DPR itu tak ubahnya seperti teater drama"

begitulah katanya, apa yg ia alami selama ini, melihat kenyataan bahwa para politisi DPR itu sedikit sekali menggunakan akal yg sehat & rasional dalam setiap melahirkan pendapat ataupun kebijakan,,, kebijakan yg dibuat lebih banyak pertimbangan politik yg sarat akan kepentingan dirinya sendiri atau kelompoknya saja...



:: lalu ada lagi fakta lucu di negeri tercinta ini,

seringkali kebijakan presiden beserta jajaran menteri-menterinya, tidak dipatuhi atau dijalankan oleh pemerintah di tingkat daerah (provinsi&kota/kabupaten)...

bagai buah simalakama, desentralisasi dan otonomi daerah menjadi salah satu alasan mengapa setiap kebijakan pusat belum tentu dituruti oleh daerah, karena pemerintah daerah sendiri merasa dirinya lah yg berhak untuk mengurusi teritorinya sendiri beserta seluruh isinya, walaupun setiap tahunnya mereka ttp mengemis dana dari pusat berupa dana alokasi umum & khusus,,,

desas-desus makelar anggaran ini pun santer terdengar di telinga rakyat yg tidak tuli ini, masing-masing daerah mengutus orang2 terbaiknya untuk melakukan lobi dg para makelar di DPR, jadilah anggota DPR mendapat pekerjaan sambilan yaitu makelar anggaran, daerah yg ingin mendapat dana besar tinggal melobi para politisi senayan itu dg iming-iming kompensasi tentunya,,

kembali pd fakta lucu di atas, ternyata bukan hanya pemerintah pusat dg pemerintah daerah yg tidak harmonis, tetapi antara Menteri dengan jajarannya pun seringkali bersitegang, Menteri khususnya Pejabat eselon I, seringkali diduduki oleh orang-orang yg telah lama mengabdi atau meniti karir di departemen tersebut, tapi justru diduduki oleh orang-orang yg bermodalkan kedekatan pd penguasa, disebut "Jabatan Politis", karena para pejabat itu bisa berada di puncak struktur atas dasar pertimbangan politik penguasa... para aparatur / jajaran di bawah merasa dilangkahi, merasa tak dihargai, sehingga setiap kebijakan yg dibuat pemimpin mereka seringkali tak mau mereka laksanakan dg sepenuh hati, apalagi kebijakan-kebijakan yg dibuat tanpa mengakomodasi masukan-masukan "pejabat karir dan jajaran"

"semuanya pepesan kosong!"...ucap SBY.

itulah keluhan yg sempat terucap oleh pemimpin kita, mengetahui banyak program yg telah dibuat tetapi tidak bisa berjalan dg optimal... Presiden saja berkata seperti itu, apalagi rakyatnya, sudah barang tentu umpatan yg lebih pedas



:: bukan hanya birokrasi yg memperlihatkan potret buram, tetapi swasta pun sama gilanya...

contohnya saja, Industri Perbankan nasional yg masih tidak peduli terhadap sektor riil negeri ini, bank yang fungsi utamanya sebagai lembaga intermediasi justru dalam prakteknya tak ubahnya seperti sarang lintah darat, yg cuma haus akan profit semata, tak peduli dg peran yg mesti dimainkannya...

pembiayaan (kredit) perbankan masih saja mengandalkan kredit konsumsi, artinya bank-bank lebih suka memberi kredit/pinjaman pd masyarakat untuk kebutuhan membeli kendaraan, rumah, dan barang-barang konsumsi lainnya...

sedangkan kredit untuk modal kerja atau untuk usaha riil, tidak serius diperhatikan, dianggap hanya sambilan, padahal sangat nyata bahwa masyarakat pelaku bisnis baik bisnis menengah maupun usaha kecil, banyak yg membutuhkan dana untuk menambah modal usahanya, tapi nyatanya bank-bank sangat pelit memberikan pinjaman, alasannya karena harus hati-hati (prudent), sektor riil (umkm) penuh risiko, tidak bankable, dan sejuta alasan lainnya,,, kalaupun ada yg diberi pinjaman usaha, bunganya pun sangat tinggi sekali! diatas 10%... padahal Bank Indonesia sdh menetapkan BI rate yang rendah, dibawah 10% (6,75%), harusnya suku bunga kredit pun menyesuaikan dg BI Rate yg dipatok tersebut, tapi nyatanya??? itu cuma teori, cuma teori yg kita pelajari di bangku-bangku kuliah!

industri perbankan kita terlalu rakus mencari keuntungan, margin bunga bersih (selisih antara bunga pinjaman dg bunga kredit) perbankan Indonesia merupakan yg tertinggi di dunia???!

Bank-bank BUMN juga tak ada bedanya dg bank-bank swasta, mereka yg seharusnya lebih berperan dalam mendorong perekonomian rakyat (karena sejatinya mereka merupakan amanat rakyat, dimiliki oleh rakyat!) justru masih kurang berpihak pd rakyat, lihat saja NIM (margin bunga bersih) bank-bank pelat merah itu (persero&BPD) bahkan paling besar dibandingkan NIM bank-bank swasta...lagi-lagi rakyat hanya bisa gigit jari



:: dan masih banyak lagi permasalahan yg menggerogoti bangsa ini, hampir semua aspek (ekonomi, sosial, politik, hukum, budaya, teknologi, infrastuktur, dsb) kalau semua masalah itu diurai satu persatu, mungkin bisa sampai ribuan halaman bahkan lebih,,,,


akhirnya, aku cuma bisa bergumam, apakah aku masih memiliki energi untuk merawat idealisme ini?

atau jangan-jangan, aku telah terbawa pd pusaran pesimistis sehingga aku tak menyadari bahwa idealisme ini telah lama terkubur, telah mati, hanya ada raga, tanpa jiwa...

ahh, aku makin cemas.....



@ Indef, Jakarta